nav#menunav { border-bottom: 1px solid #e8e8e8; }

Community TB Care ‘Aisyiyah dan Upaya Penanggulangan Tuberkulosis di Indonesia

Community TB Care ‘Aisyiyah dan Upaya PenanggulanganTuberkulosisi di Indonesia

Tuberkulosis (yang selanjutnya disebut TB) adalah penyakit menular yang disebabkan oleh bakteri Mycobacterium tuberculosis. TB merupakan penyebab utama kematian di dunia bersama Human Immunodeficiency Virus (HIV) (WHO, 2015). Penanggulangan TB bersama Malaria dan HIV/AIDS menjadi salah satu komitmen global yang terdapat di Sustainable Development Goals (SDGs) yang diadopsi oleh PBB pada 2015 (PBB, 2015).


Salah satu upaya untuk meningkatkan kesadaran dan kepedulian negara-negara di dunia, maka WHO menetapkan tanggal 24 Maret sebagai Hari TBC Sedunia. Penetapan tanggal ini merujuk pada saat pertama kali Robert Koch menemukan bakteri TBC (Mycobacterium tuberculosis). 

Peringatan Hari TBC Sedunia adalah kesempatan untuk meningkatkan kampanye dengan penyebarluasan informasi terkait TBC serta mengajak semua pihak untuk terlibat aktif dalam pencegahan dan pengendalian Tuberkulosis. Indonesia merupakan salah satu dari negara dengan beban TBC tertinggi. 

Laporan Survei Prevalensi TBC Indonesia tahun 2013-2014, memperkirakan prevalensi TBC sebanyak 1.600.000 kasus. Menurut laporan Kementerian Kesehatan total insiden TBC di Indonesia pada 2017 mencapai 842.000 orang dengan rata-rata mencapai 319 orang per 100.000 penduduk. Total kasus TBC yang tercatat mencapai 446.732 orang (53%). 

Sehingga masih ada sekitar 395.268 orang (47%) yang tidak tercatat. Diantara total jumlah insiden TBC tersebut diantaranya merupakan estimasi insiden TBC MDR atau Resisten Obat sebanyak 23.000, dan insiden TBC dengan HIV sebanyak 36.000.

Departemen Kesehatan RI (2011) melaporkan bahwa setiap tahun terdapat 528.000 kasus dengan angka kematian mencapai 91.000 jiwa yang menyebabkan kerugian ekonomi akibat tuberkulosis cukup besar. 

Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Collins, et al (2013), peningkatan jumlah kasus yang diobati berdampak besar pada beban ekonomi di suatu daerah. Pada penelitian tersebut dicontohkan satu kasus pada tahun 2011 dimana angka TB yang diobati sebesar 72,7 % apabila angka tersebut meningkat menjadi 92.7% maka beban ekonomi akan berkurang dari 2.1 miliar USD menjadi 1,3 miliar USD.Untuk mencapai target program Penanggulangan TB nasional, Pemerintah Daerah provinsi dan Pemerintah Daerah kabupaten/kota harus menetapkan target penanggulangan TB tingkat daerah berdasarkan target nasional dan memperhatikan strategi nasional (Kementerian Kesehatan RI, 2017).

Sesuai dengan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 67 Tahun 2016 tentang Penanggulangan Tuberkulosis, strategi pengendalian TB di Indonesia adalah sebagai berikut:

a. Penguatan kepemimpinan program TB;
b. Peningkatan akses layanan TB yang bermutu;
c. Pengendalian faktor risiko TB;
d. Peningkatan kemitraan TB;
e. Peningkatan kemandirian masyarakat dalam Penanggulangan TB; dan
f. Penguatan manajemen program TB

Sebagaimana amanat Muktamar dan Tanwir ‘Aisyiyah, upaya penanggulangan TBC dilakukan baik di daerah yang mendapatkan dukungan dari donor maupun secara mandiri. Karenanya program Community TB Care’ Aisyiyah terus dikembangkan di 34 provinsi di Indonesia. 


Dengan semakin besarnya dukungan komunitas bagi upaya penanggulangan TBC ini diharapkan cita-cita kita bersama yakni mewujudkan Indonesiabebas TBC 2030 dapat terwujud. Selain itu diharapkan semua orang harus menjadi pioner dalam upaya eliminasi TB, yang artinya harus mulai dari diri sendiri.

Kebijakan yang telah ditetapkan tetap membutuhkan dukungan fasilitas kesehatan yang lengkap, meliputi ketersediaan puskesmas, klinik, dan rumah sakit, alat-alat medis, dan bahan baku medis. Selain fasilitas kesehatan, tenaga kerja yang profesional dan memadai akan mendukung keberlangsungan pelayanan kesehatan bagi penduduk yang bersangkutan. 

Dukungan yang telah dipaparkan tersebut merupakan dukungan fisik yang juga membutuhkan dukungan materi berupa ketersediaan dana untuk anggaran rumah sakit, klinik, puskesmas, serta tenaga kerja kesehatan. 

Community TB Care ‘Aisyiyah adalah Program Penanggulangan Tuberkulosis (TB) berbasis masyarakat yang merupakan bagian dari program Majelis Kesehatan ‘Aisyiyah dibawah pembinaan Pimpinan Pusat ‘Aisyiyah. Melalui Program Penanggulangan TB ini ‘Aisyiyah berupaya berperan serta dalam pembangunan kesehatan di Indonesia dan pencapaian target Millineum Development Goals (MDGs) no 6 yakni penurunan angka penyebaran penyakit menular. 

Sebagai amanat Muktamar dan Tanwir ‘Aisyiyah, upaya penanggulangan TB ini dilakukan baik didaerah yang mendapatkan dukungan dari donor maupun secara mandiri. Karenanya program Community TB Care ‘Aisyiyah terus dikembangkan di 33 propinsi di seluruh Indonesia termasuk di Provinsi Bengkulu.

Visi - Misi

Visi: Penggerak terwujudnya dinamika kelompok sosial yang mampu secara mandiri menanggulangi masalah tuberkulosis di Indonesia

Misi: Menaggulangi masalah TB di Indonesia dengan peran Aktif:

1. Melaksanakan dakwah bil hal dengan mewujudkan masyarakat yang berprilaku hidup bersih dan sehat serta memanfaatkan pelayanan kesehatan yg bermutu
2. Menggerakkan terwujudnya infrastruktur kesehatan Non-pemerintah dan dinamika social yang berkesinambungan.
3. Menggerakkan masyarakat untuk peduli menanggulangi penyakit TB di keluarga dan kominitasnya
4. Menggalang seluruh komponen masyarakat untuk berupaya menurunkan angka kesakitan dan kematian akibat penyakit TB
5. Mengurangi dampak social psikologis dan ekonomi akibat penyakit TB 


Kader SSR ‘Aisyiyah Kota Bengkulu

Saat ini tercatat kader SSR ‘Aisyiyah Kota Bengkulu berjumlah 65 orang.Tugas para Kader ini mulai dari sosialisasi ke masyarakat, mencari suspek, mendata dan mengantar berobat/ periksa ke Puskesmas/ Rumah sakit, mendampingi selama pengobatan sampai sembuh. 
Mereka kader-kader militan yang tak kenal lelah, kerja sosial tak kenal waktu agar masyarakat sehat dan terbebas dari penyakit TB HIV, sesuai dengan Konsep Program:

1. Meningkatkan peran serta masyarakat dalam penyuluhan, menemukan terduga TB, mendampingi pengobatan pasien TB sampai sembuh
2. Meningkatkan peran serta Fasyankes non pemerintah dalam pelayanan, penyuluhan dan pengobatan pasien TB sampai sembuh.

Secara rinci yang dilakukan para kader-kader TB sebagai berikut:

1. Memberikan penyuluhan
2. Mencari terduga TB
3. Mendampingi terduga untuk pemeriksaan dahak
4. Memantau pengobatan pasien TB 
5. Membina PMO
6. Mencatat dan  melaporkan data pasien TB
7. Memberikan informasi penting tentang TB, termasuk pandangan masyarakat tentang TB

Meski para kader bekerja militan dan kerja sosial tetapi setiap kader terbaik akan diberikan reward oleh Global Fund (GF). Reward yang kader terima :

1.Jika menemukan suspect (terduga TBC) usia <60th yang mau diajak memeriksakan dahak (dibuktikan dengan adanya no. Sediaan dahak dari puskesmas) : Rp. 15.000
2.Jika menemukan suspect (terduga TBC) usia ≥60th yang mau diajak memeriksakan dahak (dibuktikan dengan adanya no. Sediaan dahak dari puskesmas) : Rp. 35.000
Jika dari suspect (terduga TBC) tersebut ada yang positif (baik dengan pemeriksaan dahak, rontgen, biopsi, mantok) : Rp. 40.000
3. Pengawasan pengobatan sampai pasien dinyatakan sembuh : Rp. 40.000
4. Melakukan Kontak Investigasi (mendatangi tetangga sekeliling pasien TBC/mendatangi kontak erat pasien TBC berjumlah minimal 30 orang) : Rp. 50.000

Baca Juga

Related Posts

0 comment