nav#menunav { border-bottom: 1px solid #e8e8e8; }

{BukuKu} Ketika Impian Tak Kunjung Menjadi Kenyataan







Ketika Impian Tak Kunjung Menjadi Kenyataan
Milda Ini

                “Kau sudah tamat Athi,  subsidi dari ketiga kakakmu akan segera berhenti. Mulailah kau berpikir bagaimana untuk mencari kerja dan menghasilkan uang. Kasian, mereka juga harus memikirkan untuk menikah dan membangun keluarga “

Aku tercekat. Ya, dua orang kakak yang membantu aku menyelesaikan pendidikan Akper adalah kak  Uwan pegawai negeri golongan dua. Yang satu lagi  Ison pegawai honorer kantor Telkom.

“Kalau Iti, dua anaknya juga mulai besar dan butuh banyak  biaya. Berapalah gaji seorang guru SD tanpa suami.”

Aku mengangguk, tak tau harus menjawab apa. Membatin. Insya Allah Bu, akan ada pekerjaan yang bisa aku lakukan. Tak berapa lama,  aku terdampar kerja di sebuah sekolahan. Sebagai Perawat yang ngurusin usaha kesehatan sekolah (UKS). Berangkat jam tujuh pagi, setelah zuhur atau paling telat sekitar jam dua aku boleh pulang. Sengaja aku ambil pekerjaan ini karena  sore harinya aku masih bisa kerja di praktik dokter gigi. Meski kerja di dua tempat , aku masih memikirkan dan berusaha untuk menjalani suatu bisnis buku secara  mandiri dan mapan.

Aku mulai berpikir bagaimana merambah dunia bisnis buku. Aku mulai belajar banyak hal. Dalam taktik mencari ilmu, kepepet adalah senjata yang paling ampuh. Sampai suatu sore  . Dokterku memanggil. “ Boleh, Ibu pinjam majalahnya Ti Kayaknya bagus” . Aku menyerahkan majalah yang berkover wanita berjilbab  sedang bersama anak-anaknya. Cakep sekali, pantesan Bu dokter naksir mau baca, desisku. Berawal dari situ, akhirnya si ibu dokter minta aku bawain majalah itu setiap bulannya. Nah, pas aku mau beli majalah itu kepikiran deh untuk jadi agen berbagai majalah. Kutanya sama Abang korannya ternyata caranya sangat gampang dan dia mau menerima tawaranku. Aku boleh ikut menjualkan majalahnya,dan  setor uangnya setelah laku . 

Ini dua berkah yang luar biasa, bisa baca  gratis dan dapat duit juga. Emang gak banyak, dapat sepuluh persen tapi kalau ditotalin lumayan kan. Nabung sedikit-demi sedikit.  Mulailah sejak saat itu aku menjadi seorang Perawat dan juga loper koran, hehehe. Predikat yang keren ya. Tak lama, pelangganku mulai banyak, dari teman sekolah , teman pengajian, ditempat praktek, tetangga dekat rumah bahkan teman-teman kakakku.  Ya, teman dimana-mana. Apalagi kadang  satu rumah yang jadi pelangganku. Seru sekali!

 Suka duka jadi loper koran itu banyak loh, kawan. Pernah ada yang menunggak membayar. Jadi terpaksa aku yang menutupinya duluan. Ada yang, “Athi, mulai bulan depan ibu berhenti ya langganan majalahnya sedang banyak pengeluaran. Gakpapa kan Ti” Itu dia juga salah satu suka dukanya. Tapi kalau ditanya banyak mana suka ama dukanya. Ya, aku jawab, sukanya karena sejak menjalani profesi ini, pola pikirku semakin smart, tangguh  dan  menambah banyak saudara. Banyak membaca gratis. 

“Athi, bisa gak kamu bawain saya buku yang ini!” Suatu hari langgananku, bu Evi menunjuk salah satu judul buku yang iklannya terdapat di dalam majalah kesayangannya. Harganya lumayan . “Mau diambil semuanya fiqih ini. Ibu males keliling nyari ke toko buku. Lagian belum tentu ada juga, kayaknya ini buku baru. Bayarnya bisa nyicil ya Ti. Kalau ambil sepaket!” Ibu Evi memelas. Tak kuasa aku melihatnya. “ Dicari dulu infonya ya Bu, ntar aku kabari bisa tidaknya !” jelasku santun.

Jadilah, profesiku sekarang bertambah  menjadi sales buku. Aku mulai belajar dan mencari tau peluang untuk memperluas bisnis ini, gakpapa diawalnya pelanggan membayar dengan cara tempo atau memang mencicil. Ada juga dengan sistem arisan.  Hampir semuanya asik-asik aja. Belum pernah ada masalah besar, masih wajarlah. 

Untuk buku aku sudah ada mitra toko buku. Namun koleksinya masih sedikit. Saat itu di kotaku belum banyak  toko buku besar . Jadi peluang untuk membuka toko buku dengan menejemen yang menarik masih sangat terbuka luas. Apalagi jika koleksinya lengkap dan terbaru. Pasti diserbu! Lantas aku hubungi langsung penerbitnya atau distributornya . Langkah pertama kutawarkan kepada penerbit atau agen kerjasama  sistem konsinyasi. Maklum modalku terbatas. Lebih banyak modal semangat dan sehat saja. Langkah kedua aku ceritakan kepada mereka strategi penjualan yang aku punya. Mulai dari jual putus, menjual kepada toko dan agen koran dimana-mana. Melalui bazar dan yang pasti aku juga punya tempat untuk men-display buku-buku tersebut agar mudah terlihat dan dibeli oleh orang. Aku yakinkan kepada mereka bahwa untuk buku-buku berat dan mahal banyak pelangganku yang berminat untuk membeli dengan sistem arisan. 

Satu dua tiga dan seterusnya mulai ada penerbit dan agen yang mau bekerjasama denganku. Usahaku mulai memperlihatkan hasil dan saat itu juga. Tiba-tiba kakak yang selalu menjadi motivatorku, meninggal dunia. Kami berduka cita sangat dalam. Bagiku kakak pergi, di saat yang tidak tepat. Aku masih butuh bantuan dan bimbingan dia. Ah, dunia seolah tak adil. Terbayang begitu berat perjalanan dan beban yang akan aku pikul. Jika selama ini untuk semua urusan dan biaya hidup di rumah ini, aku masih dibantu dengan beliau. Tapi sekarang aku harus berusaha mencukupi itu semua sendiri. Meski selama ini kakakku tersebut selalu memberikan uang bulanan untuk Ibu belanja. Tapi itu untuk Ibu, bukan biaya keperluan di rumah ini. Kepalaku berdenyut-denyut sakit sekali. Cukuplah mereka bersusah payah untuk membiayai sekolahku. 

Sejenak  kulirik, motor itu baru berapa bulan dicicil dan sekarang aku harus berjibaku membayarnya sendirian. Jangan sampai ditarik kembali. Bisa patah kakiku nanti. Dan sejak saat itu hampir tak ada waktu untukku beristirahat, pagi siang sore hingga malam . Bahkan sampai di rumahpun masih harus bekerja. Ruang tamu yang kusulap  menjadi kedai  mulai terlihat sesak dengan buku-buku. Tak tahu mesti di susun bagaimana lagi. Tak bisa rapi lagi. Harga buku sudah ku label, jadi jika ada yang belanja dengan Ibu, tak ada masalah. Tagihan-tagihan setiap bulan seolah berlari mengapaiku. Jangan sampai menunggak hari apalagi bulan. Mati aku. Dendanya besar.

“ Athi, Ibu akan bekerja menjadi buruh cuci untuk membantumu membayar kredit motor. “ Serang Ibu pagi itu kepadaku. Kaget luar biasa, gimana bisa Ibu yang sudah kepala enam lebih. Aku tak akan membiarkan Ibu melakukan  hal itu.  Tak akan , gumamku.

“ Tak usah Bu, tenang dan do’akan saja aku bisa membayarnya. Do’akan saja bisnis buku ku lancar dan berkah ya Bu!” Senyumku menjawab permintaan Ibu. Aku bertekad sejak saat itu  tiap minggu memberikan uang kepada Ibu. Barangkali Ibu ada keperluan.

Setelah dua tahun menjalani bisnis ini , hasilnya mulai terlihat. Terlebih saat aku  ikut pameran buku. Setelah itu, aku  mulai  menyewa ruko kecil di pertigaan jalan.  Punya karyawan yang siaga. Alhamdulillah, judul buku pun mulai bertambah. Mitra juga banyak. Pelanggan majalah bulanan pun kian banyak. Malah sudah ada yang berlangganan koran harian. Aku mulai menikmati impianku dan bisnis ini.

Toko bukuku mulai ramai . Aku melakukan berbagai macam strategi pemasaran. Setiap jum’at paling tidak ada tiga titik bazar yang aku lakukan. Di masjid yang cukup ramai pengunjungnya. Bazar pada setiap kegiatan, apa saja.  Yang penting ramai pembelinya. Motorpun sudah mulai lunas. Dapur Ibu terus mengepul . Aku senang sekarang. 

Sampai pada suatu waktu. Peristiwa yang tak pernah bisa aku lupakan. Hari itu menjelang puasa pertama, kami bersuka cita menyambutnya.  Sebentar lagi Magrib datang. Namun, tiba-tiba tanah tempat kami berpijak bergerak, berguncang cepat. Tubuh kami bergoyang hebat, bahkan banyak yang tersungkur dan terduduk. Menahan tarikan bumi sesaat. Situasi seketika panik, terlihat orang berhamburan berlari ke luar rumah, menuju tempat yang lapang dan jauh dari bangunan atau pohon yang bisa roboh. Suara anak-anak menangis, ketakutan yang luar biasa. Terdengar suara orang beteriak histeris, “ Gempa! gempa” orang-orang tumpah ke jalan-jalan. Semua terlihat panik.  Aku melihat tiang listrik tak jauh dari rumahku mulai miring. Terdengar suara genteng berjatuhan. Pohon bergoyang kencang. Tumbang. Bunyi barang perabotan berdentang berjatuhan, riuh sekali. Suasana mencekam. Aku dan Ibu berdiri di depan rumah. Tak bisa berkata-kata. Goyangan hebat sedang melanda bumi. Aku seolah merasa akan ditelan .

 “ Tsunami-tsunami!” orang-orang kian panik dan ketakutan. Getar bumi ini hanya sebentar namun mampu meluluh lantakkan tanahku.  Kami tak berani masuk ke rumah hanya duduk di teras saja . Kuatir akan datang gempa susulan yang lebih besar. Meski gempa tremor selalu datang dan tak terhitung. Ini gempa hebat yang pernah aku alami. Kondisi  gelap gulita dan hati kelam yang terjaga. Seketika komunikasi dan sinyal crash, namun tak berapa lama segera pulih kembali. Masjid yang biasanya ramai dan ruah karena jamaah salat tarawih. Kali ini  Ramadhan mendadak terlihat sepi dan murung. Kami salat , sahur dan menjalankan ibadah lainnya dengan rasa was-was. Hujan deras, menambah mencekamnya suasana. Jiwa raga kami terkulai lesu dalam harap dan cemas.

Menjelang Subuh, terdengar telpon dari seberang “ Ibu maaf, tokonya hancur , tertimpah pohon besar di depan. Bangunan roboh, buku-buku berhamburan dan basah. “  Gugup terdengar suara di ujung hape.
Dunia seolah berguncang cepat sekali, getarannya lebih kuat dari gempa barusan, aku tertatih bangkit mengangkat tangan , “ Ya, Allah. Bangkitkan aku untuk kembali lebih kuat melalui semua ini. Aku yakin engkau bersamaku” Tergambar olehku. Kondisi buku-buku yang basah dan meleleh karena air hujan. Tak ada yang bisa diselamatkan pikirku. Aku tak mungkin datang menyusul ke sana, kondisi hujan begini. gempa, mati lampu, Ibu juga tak bisa kutinggal. Tak ada yang bisa kupikirkan saat ini. Aku tertanam dalam diam, lumpuh seketika. Kali ini aku memohon untuk menangis ya Allah, berikan aku air mata itu. Aku butuh dia sekarang. Bagaimana mungkin bisnis dan toko buku itu yang aku bangun dengan peluh dan keringat tertatih, hanya dengan hitungan menit Engkau mengambilnya. Apa kurang kerja keras dan keikhlasanku selama ini ya Allah. Ampuni aku ya, Allah!

Keesokkan harinya kudengar begitu banyak korban jiwa, terluka, bangunan roboh, pohon tumbang. Bantuan kemanusian mulai berdatangan. Korban-korban mulai dilayani dan diberi pengobatan. Petugas dan pejabat terkait mulai berdatangan memberikan bantuan dan perhatian. Petugas sibuk mencatat mendata korban jiwa raga dan bangunan yang rusak. Kehidupan kota seketika mati. Di sepanjang jalan dan tanah lapang banyak didirikan tenda-tenda darurat karena orang-orang masih trauma tinggal di rumah. Sebagian warga mulai dievakuasi.  Ini adalah ujian puasa terberat kami.  Ujian keimanan kepada kepasrahan umat terhadap Allah SWT. Bumi Rafflesia sedang berduka. Suasana kacau balau. Porakporanda dimana-mana. Termasuk aku, terluka dalam. Ya , dalam sekali.

Namun aku tak pernah patah semangat, aku selalu yakin akan kekuatan do’a, impian dan kemauan. Maka aku akan mendapatkan kembali apa yang sudah pernah aku bangun. Aku mulai menata kembali bisnisku meski harus terseok kembali. Namun aku tak harus memulai dari nol lagi. Semangat Athi!

Setelah dua bulan berlalu, “Athi, ada dimana sekarang dek! Ada teman Kakak yang mau menawarkan kiosnya untuk kamu. Dia jual murah saja karena oleh keluarganya di suruh pindah ke Jawa takut kena gempa. Dia tidak meminta uangnya sekarang, kamu bisa mencicilnya anggap saja sewa namun akhirnya bisa kamu miliki” Ah, suara parau Kak Ison dari seberang kota seolah melecut semangatku. Hadiah yang luar biasa buat aku dan bisnisku. Terima kasih ya, Allah!

Jadi, aku mulai menempati sebuah kios di pasar dengan ukuran 3x3 meter dan sudah dilengkapi dengan pintu rolling. Dijual kepadaku seharga sepuluh juta. Diawal perjanjian aku hanya diminta membayar setengahnya, selebihnya bisa aku lunasi selama dua tahun ke depan. Kemudahan yang sangat luar biasa.

Senyumku terkuras hari ini. Meski sempat terjatuh, namun aku bisa bangkit kembali. Begitu banyak kemudahan yang Allah berikan atas impianku. Alhamdulillah, mitra bisnisku mau bekerjasama kembali denganku. Dalam perjalananku membangun bisnis memang awalnya cuma sekedar ingin mendapatkan bacaan gratis. Namun akhirnya impian itu semakin mengembang dan menggunung bukan cuma buat keluargaku dan kehidupanku. Tanpa kusadari ternyata bisnisku juga bisa membantu orang lain. Aku yakin sekali dengan kekuatan impian, doa dan usaha semua akan menjadi indah dan mudah. (MengenangGempaJelangRamadhandiBengkulu)



Baca Juga

Related Posts

0 comment

Terima kasih sudah mampir dan komen di blog saya. Mohon tidak komentar SARA, Link Hidup. Semoga makin kece, sehat dan banyak rejeki ya. Aamiin