nav#menunav { border-bottom: 1px solid #e8e8e8; }

Kisah Saya Membacakan Surat Kartini di Taman Budaya Bengkulu




Kisah Saya Membacakan Surat Kartini di Taman 

Budaya Bengkulu



Saat membacakan surat Kartini, saya sedang hamil 7 bulan




Hari ahad tanggal 21 April 2013 adalah kesempatan saya membacakan surat-surat Kartini bersama 7 rekan lainnya. Ada berbagai elemen masyarakat yang diundang dan dari perwakilan kaum 'Kartono' juga ikut hadir membacakan. 

 Iya, dimana hiruk pikuk semua orang bercerita membahas soal Kartini. Saya diundang panitia Kedai Proses untuk tampil membacakan surat Kartini di Taman Budaya Bengkulu. Suatu pengalaman yang luar biasa dan penghormatan saya kepada sang Kartini.

Saya ditemani suami dan anak, maklum saat ini saya dalam kondisi kehamilan jalan delapan bulan. Lumayan rempong ya, awalnya suami juga agak kuatir ketika saya mengkonfirmasi soal undangan panitia kepada beliau. 

Alhamdulillah beliau akhirnya mengizinkan dan mau menemani. Setelah Isya kami berangkat ke Taman Budaya yang letaknya di daerah Padang Harapan tak jauh dari kantor Gubernur Bengkulu. Masuklah kami ke pelataran parkir, lumayan luas juga areal Taman Budaya ini. 

Dan ternyata, acaranya digelar di taman teater terbuka dan hanya ditemani lilin-lilin saja. Wah, Ini surprise banget pikir saya. Beruntunglah dari rumah saya sudah membawa shal, untuk mengurangi masuk angin, hehehe. 

Lampu hanya disorotkan kepada para pembaca surat di atas panggung. Penonton melihat dari atas tempat duduk yang terbuka dan dibuat berundak-undak. Ya, sema persis seperti teater terbuka di tempat lainnya. Seru loh!. Sampailah pada giliran saya untuk membacakan. 

Pada bagian ini sebelum membacakan surat yang telah saya pilihkan atas rekomendasi teman-teman di Grup Ibu-ibu doyan nulis (IIDN) saya sempat menyampaikan beberapa hal yang menurut saya sangat penting untuk disampaikan,

 " Sampai pada saat saya berangkat memenuhi undangan ke Taman Budaya ini di sosial media saya masih berdiskusi, kenapa harus Kartini bukan Cut Nyak Dien atau yang lainnya. Padahal kita tahu bagaimana beratnya perjuangan perempuan Aceh tersebut dalam mengusir penjajah. 

Namun satu hal yang harus kita akui adalah bahwa Kartini menuliskan idenya . gagasan dan pemikirannya kepada semua orang pada zaman itu bahkan sampai saat sekarang. Kita masih bisa membaca gagasan dan pemikiran Kartini. Berbeda dengan Cut Nyak Dien. 

Oleh karena itu mulai saat ini saya mengajak setiap yang hadir di sini utuk terbiasa menuliskan setiap siklus dalam kehidupan kita. Sehingga nanti anak cucu kita dan orang lain bisa membaca apa yang menjadi  ide, gagasan serta pemikiran kita.

 "Biasakan menuliskan apa saja tentang diri kita !!" ucap saya dengan suara lantang pada malam itu. 

Di sambut dengan tepuk tangan oleh penonton dan sempat saya dengar ucapan dari penonton di sebelah kiri saya

 " Top top" saya hanya tersenyum mendengar seruan mereka. 

Acara yang dimulai sejak jam delapan malam itu berakhir dipukul sepuluh malam. Setelah dari acara tersebut saya mengajak suami untuk membeli sate dahulu sebelum pulang ke rumah. Rupanya angin malam membuat bumil seperti saya kelaparan ya kawan-kawan, hihihi.  

Meskipun saya hanya kebagian makan lontong dan saus kacangnya saja dengan bumbu acar. Malam ini saya sangat senang bukan karena saya yang diberi kesempatan hadir untuk membacakan surat Kartini namun kebahagian yang luar biasa saat suami dan anak-anak yang begitu antusias mendukung dan mensuppot kegiatan saya. 





Berikut ini adalah sepotong surat Kartini yang saya baca pada malam itu di Taman Budaya. Surat yang ditulis oleh Kartini kepada sahabatnya Stella pada akir tahun  1899.

Kepada STELLA:. 
 
Akan agama Islam, Stella, tiada boleh kuceritakan. Agama Islam melarang umatnya mempercakapkannya dengan umat agama lain. Lagipula, sebenarnya agamaku agama Islam, hanya karena nenek moyangku beragama Islam. Manakah boleh aku cinta akan agamaku, kalau aku tiada kenal, tiada boleh aku mengenalnya? Quran terlalu suci, tiada boleh diterjemahkan ke dalam bahasa manapun jua. Di sini tiada orang yang tahu bahasa Arab. Orang diajar di sini membaca Quran, tetapi yang dibacanya tiada ia mengerti. Pikiranku, pekerjaan gilakah semacam itu. Orang diajar diajar di sini membaca, tetapi tidak diajarkan makna yang dibacanya itu. Sama saja engkau mengajar aku membaca kitab bahasa inggris, aku harus hafal semuanya, sedangkan tiada sepatah kata juapun yang kau terangkan artinya kepadaku. Sekalipun tiada jadi orang saleh, kan boleh juga orang jadi orang baik hati, bukan Stella?

Dan “hati baik” itulah yang terutama.
Agama itu maksudnya akan menurunkan rahmat kepada manusia, supaya ada penghubung silaturrahim segala makhluk Allah. Sekaliannya kita ini bersaudara, bukan karena kita seibu-sebapak, ialah ibu bapak kelahiran manusia, melainkan oleh karena kita semuanya makhluk kepada seorang Bapak, kepada-Nya, yang bertakhta di atas langit. Ya Tuhanku, ada kalanya aku berharap, alangkah baiknya jika tidak ada agama itu, karena agama itu, yang sebenarnya harus mempersatukan semua hamba Allah, sejak dari dahulu-dahulu menjadi pangkal perselisihan dan perpecahan, jadi sebab perkelahian berbunuh-bunuhan yang sangat ngeri dan bengisnya. Orang yang seibu-sebapak berlawanan, karena berlainan cara mengabdi kepada Tuhan yang esa itu. Orang yang berkasih-kasiihan dengan amat sangatnya, dengan amat sedihnya bercerai-cerai. Karena berlainan tempat menyeru Tuhan, Tuhan yang itu juga, terdirilah tembok membatas hati yang berkasih-kasihan.

Benarkah agama itu restu bagi manusia, tanyaku kerapkali kepada diriku sendiri dengan bimbang hati. Agama harus menjaga kita daripada berbuat dosa, tetapi berapa banyaknya dosa diperbuat orang atas nama agama itu!

Kartini
Baca Juga

Related Posts

3 comment

  1. Top..Top..saya juga bagian dari penoton yang acungkan ibu jari saya...turut bahagia mendengarnya, temanku bisa sukses dalam acara

    BalasHapus
    Balasan
    1. iya mbak Candra , terima kasih suppotnya. Saya awalnya sempat grogi juga karena tamu dan penontonnya wuih riweh deh, biasalah ya yang namanya seniman gayanya beragam. Namun saya bilang sama suami ,saya penuhi undangan ini karena saya tak perlu pakai sanggul apalagi kebaya Kartini, saya bisa tampil dengan gaya saya sendiri, hihihi

      Hapus
  2. Weits mbak Milda keren euy...
    Iya setuju budayakan menulis supaya org tau pikiran kita spy ada catatwn sejarah ttg kehidupan kita :)

    BalasHapus

Terima kasih sudah mampir dan komen di blog saya. Mohon tidak komentar SARA, Link Hidup. Semoga makin kece, sehat dan banyak rejeki ya. Aamiin